HUKUM PERDATA
I. Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia
tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek
(atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi. Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis
dengan beberapa penyesuaian.
Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan pasal 163 IS (Indische
Staatsregeling = Aturan Pemerintahan Hindia Belanda) adalah berlainan untuk
golongan warga Indonesia yaitu :
- Untuk golongan warga negara Indonesia Asli berlaku hukum adat, yaitu hukum yang sejak dulu kala secara turun-temurun.
- Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku seluruh BW dengan penambahan mengenai pengangkatan anak dan kongsi (S.1917 no.129)
- Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Arab, India, Pakistan dan lain-lain berlaku sebagaimana BW yaitu mengenai hukum harta kekayaan dan hukum waris dengan surat wasiat, sedang mengenai hukum keluarga dan hukum waris tanpa wasiat berlaku hukum adanya sendiri, yaitu hukum adat mereka yang tumbuh di Indonesia (S.1924 no. 556)
- Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Eropa (Belanda, Jerman, Perancis dan Jepang) seluruh BW.
Bagi
orang Indonesia asli apabila mereka menghendaki, ketentuan-ketentuan dalam BW
dapat dinyatakan berlaku bagi mereka (baik untuk seluruhnya, sebagian atau
untuk suatu perbuatan hukum tertentu). Demikian pula apabila sesuatu perbuatan
hukum tidak dikenal dalam hukum adat, seperti pendirian PT, CV, Firma atau
penarikan wesel dan cek, maka bagi orang Indonesia asli yang melakukan
perbuatan hukum seperti itu diperlakukan ketentuan dalam BW (S. 1917 No. 556).
Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia ada yang tertulis dan ada yang tidak
tertulis. Hukum perdata yang tertulis adalah hukum perdata sebagaimana yang
diatur dalam BW, sedangkan hukum perdata yang tidak tertulis adalah hukum adat,
yaitu hukum yang sejak dahulu kala dianut atau dipatuhi secara turun-temurun
atau kebiasaan yang senantiasa dipatuhi dan dipandang sebagai hukum oleh yang
berkepentingan.
II. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah
membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas
dari Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa
Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi.
Disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum
Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa,
oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain
mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu
berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa
tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari
jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Pada
tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu
kumpulan peraturan yang bernama “Code
Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code Napoleon”, karena Code Civil des Francis ini merupakan
sebagian dari Code Napoleon.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang
belum ada di Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi, badan-badan
hukum. Akhirnya pada jaman Aufklarung (Jaman baru sekitar abad pertengahan)
akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan
dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), amka Raja Lodewijk
Napoleon menetapkan : “Wetboek Napoleon
Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon”
untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan
Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francis atau Code Napoleon” ini tetap berlaku di
Belanda (Nederland). Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun
kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai
memikirkan dan mengajarkan kodefikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5
Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek)
dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi
dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code
Civil des Francais dan Code de
Commerce.
Dan
pada tahun 1948, kedua UNdang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan
di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai
sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW. Sedangkan KUH Dagang
untuk WVK.
III. Pengertian & Keadaan Hukum di Indonesia
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Sedangkan dalam arti yang luas
meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan
dari hukum pidana. untuk hukum privat materiil ini ada juga digunakan sebagai
lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama hukum perdata saja,
untuk segenap peraturan hukum privat materiil.
Hukum Privat adalah hukum yang memuat
segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di
dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara
timbal balik dalam hubungan terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat
tertentu.
Hukum Perdata Formiil
yang lebih dikenal sekarang dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses
perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana
caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Berbicara
mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk
yaitu masih beraneka ragam. Dikarenakan berbagai macam faktor yang
mempengaruhinya antara lain :
- Faktor etnis disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
- Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada 163 I.S dalam tiga golongan :
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan
- Golongan bumi ptera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
- Golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan untuk masing-masing golongan tersebut terdapat hukum perdata yang mengatur golongan tersebut.
IV. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Apabila
dilihat dari sistematikanya, ternyata hukum perdata di Indonesia mengenal dua
sistematika yaitu :
- Sistematika
hukum perdata menurut Undang-Undang yaitu hukum perdata sebagaimana
termuat dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata/BW yang terdiri
:
Buku I : Tentang orang (Van personen) yang mengatur hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. (pasal 1 s/d 498).
Buku II : Tentang Benda (Van Zaken) yang mengatur hukum benda dan hukum waris (pasal 499 s/d 1232), yang dimaksud dengan benda meliputi :
- Benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu
- Benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak dan
- Benda tidak berwujud (misalnya hak tagih
atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang
agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku III : Tentang Perikatan (Van Verbintenissen) yang mengatur hukum perikatan dan hukum perjanjian (pasal 1233 s/d 1864).
Buku IV : Tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa, yang mengatur alat-alat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum (pasal 1865 s/d 1993).
2. Menurut ilmu pengetahuan hukum, sistematika hukum perdata material terdiri :
- Hukum tentang orang/hukum perorangan/ badan pribadi (Personen Recht), mengatur tentang hal-hal diri seseorang.
- Hukum tentang Keluarga/hukum keluarga (Familie Recht), mengatur hubungan hukum yang timbul dari perkawinan.
- Hukum tentang harta kekayaan/hukum harta benda (Vermogen Recht), mengatur tentang kekuasaan orang atas benda.
- Hukum tentang perikatan, mengatur tentang hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian dan Undang-undang.
- Hukum Waris (Erfrecht), mengatur tentang harta kekayaan seseorang yang telah meninggal.
V. Contoh Kasus Hukum Perdata
Kronologi Kasus Ayu Ting Ting dan Perceraiannya dengan Enji
Kasus yang akan saya bahas, semua berawal dari pernikahan sederhana Ayu dan Enji yang terkesan mendadak di bulan Juli
2013 lalu. Muncul spekulasi bahwa Ayu telah berbadan dua, namun isu ini langsung dibantah oleh
Ayu dan Enji. Namun sebulan kemudian, Ayu dikabarkan tengah hamil tanpa
mau menyebut usia kandungannya.
Setelah
menikah, rupanya Enji sudah menjatuhkan talak cerai terhadap Ayu pada 24 Juli
2013. Sejak saat itu Ayu pun tinggal bersama orangtuanya. Kabar keretakan rumah
tangga Ayu semakin mencuat, apalagi Enji seolah-olah menghilang karena kerap
tidak menemani istrinya.
Pada media, Enji menyangkal telah menghilang. Ia juga menyalahkan Ayu yang lebih memilih tinggal bersama orangtua ketimbang bersama sang suami. Selain itu, Enji menuturkan bahwa rumah tangganya hancur karena campur tangan orangtua Ayu, mulai dari mendesak Enji untuk cepat-cepat menikah hingga masalah resepsi pernikahan yang belum juga digelar.
Pada media, Enji menyangkal telah menghilang. Ia juga menyalahkan Ayu yang lebih memilih tinggal bersama orangtua ketimbang bersama sang suami. Selain itu, Enji menuturkan bahwa rumah tangganya hancur karena campur tangan orangtua Ayu, mulai dari mendesak Enji untuk cepat-cepat menikah hingga masalah resepsi pernikahan yang belum juga digelar.
Namun segala tuduhan
ini dibantah oleh pihak Ayu. Kabar yang lebih mengejutkan datang dengan
munculnya Anggita Sari yang
mengaku pernah berhubungan dengan Enji. Tak hanya Anggita, Enji bahkan
dikabarkan sudah menikah dengan wanita lain di Palembang sebelum mempersunting
Ayu.
Dengan segala berita
negatif tersebut, tekad Ayu untuk bercerai dari Enji pun semakin mantap.
Pedangdut inipun berniat untuk membesarkan anaknya tanpa bantuan Enji.
Cara penyelesaiaannya
:
Menurut saya,
· Apabila
dalam acara pernikahan jangan terlalu memikirkan egois untuk acara resepsi yang
megah.
· Sebaiknya
orangtua tidak ikut campur dalam hubungan rumah tangga Enji dan Ayu Ting-Ting
karena akan mengakibatkan perselisihan antara perbedaan pendapat.
· Sebaiknya
diselidiki terlebih dahulu antara hubungan Enji dengan Anggita Sari dan wanita
lain di Palembang tersebut agar tidak memperkeruh suasana.
Sumbernya :
- http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_perdata_dan_hukum_dagang/1_hukum_perdata.pdf
- http://sidomi.com/235823/kronologi-kasus-ayu-ting-ting-dan-perceraiannya-dengan-enji/
0 komentar:
Posting Komentar